PEUMULIA JAME ADAT GEUTANYO...RELA BERBAGI, IKHLAS MEMBERI...PEUMULIA JAME ADAT GEUTANYO...RELA BERBAGI, IKHLAS MEMBERI...PEUMULIA JAME ADAT GEUTANYO...RELA BERBAGI, IKHLAS MEMBERI... PAI KELAS XI...PAI KELAS XI, PAI KELAS XI...SMAN 1 PEUKAN BADA...PAI KELAS XI, PAI KELAS XI...SMAN 1 PEUKAN BADA...PAI KELAS XI, PAI SMA KELAS XI...

Kamis, 24 Maret 2011

CITRA LEMBAGA

SEMOGA Allah Yang Maha Agung mengaruniakan kepada kita kehati-hatian atas kesuksesan, karena orang yang diuji dengan kegagalan ternyata lebih mudah berhasil dibandingkan mereka yang diuji dengan kesuksesan.

Banyak orang yang tahan menghadapi kesulitan, tapi sedikit orang yang tidak tahan ketika menghadapi kemudahan. Ada orang yang bersabar ketika tidak mempunyai harta, tapi banyak orang yang tidak bisa mengendalikan diri saat dikaruniai harta yang melimpah. Ternyata, harta, pangkat, jabatan yang seringkali dijadikan tolak ukur kesuksesan, dalam praktiknya seringkali menjerumuskan orang pada kesesatan.

Apa sebenarnya kesuksesan itu? Boleh jadi setiap orang memiliki paradigma berbeda mengenai kesuksesan. Namun secara sederhana, sukses bisa dikatakan sebagai keberhasilan akan tercapainya sesuatu yang telah ditargetkan. Dalam pandangan Islam, kesuksesan tidak sekadar aspek dunia belaka, tapi menyentuh pula aspek akhirat.

Kesuksesan, setidaknya mencakup lima hal. Pertama, kalau aktivitas yang kita lakukan menjadi suatu amal. Apalah artinya kita banyak berbuat kalau tidak bernilai amal. Kedua, bila nama kita semakin baik. Apalah artinya kita mendapatkan uang, mendapatkan harta atau kedudukan kalau nama kita coreng-moreng. Ketiga, kalau kita terus bertambah ilmu, pengalaman, dan wawasan. Apalah artinya jika harta bertambah, tetapi ilmu dan pahala tidak bertambah. Bila ini yang terjadi, kita hanya akan terjebak oleh harta yang kita miliki.

Keempat, kita disebut sukses kalau kita dapat menjalin silaturahmi dengan orang lain, sehingga bertambah saudara. Apalah artinya mendapatkan uang dan kedudukan tetapi musuh kita bertambah banyak. Dengan terjalin silaturahmi, insya Allah akan semakin banyak orang yang mencintai kita. Bila orang sudah cinta, maka ia akan mengerahkan ilmunya untuk menambah ilmu kita, mencurahkan wawasannya untuk mengembangkan wawasan kita, serta memberikan tenaga dan hartanya untuk melindungi kita.

Kelima, kita disebut sukses bila pekerjaan yang kita lakukan dapat memberikan manfaat yang besar kepada orang lain. Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak manfaatnya”. Semakin banyak menjadi jalan kesuksesan bagi orang lain, maka semakin sukseslah diri kita.

Pada hakikatnya kesuksesan itu milik setiap orang. Yang menjadi masalah, tidak semua orang tahu bagaimana cara mendapatkan kesuksesan itu. Setidaknya ada tujuh formula yang dapat kita lakukan untuk meriah kesuksesan tersebut. Saya menyebutnya dengan 7B. Ketujuh teknik ini harus ada semuanya, jika salah satu tidak ada maka, belum bisa dikatakan sebuah kesuksesan.

Pertama, beribadah dengan benar. Ibadah adalah fondasi dari niat, fondasi dari track yang akan kita buat. Siapapun yang ingin membangun kesuksesan, ia harus memperbaiki ibadahnya. Perbaiki, terus perbaiki ibadah. Siapa yang akan membimbing kita jika ibadah kita buruk? Siapa yang akan melindungi kita dari ketergelinciran kalau ibadah kita tidak jalan? Bukankah Allah Swt. berjanji akan menolong orang-orang yang ibadahnya baik. Intinya, ibadah adalah fondasi yang akan membuat kita agar senantiasa terjaga dalam jalur yang tepat.

Kedua, berakhlak baik. Akhlak yang baik adalah bukti dari ibadah yang benar. Apapun yang kita lakukan, kalau dilandasi akhlak yang buruk niscaya akan berakhir dengan kehancuran. Apa yang dimaksud akhlak yang baik itu? Rumusnya sangat sederhana yaitu merespons segala sesuatu dengan sikap yang terbaik; merespons kesulitan, merespons kesenangan, pujian, ataupun penghinaan, merespons sehat, sakit, sukses, gagal dengan sikap terbaik.

Ketiga, belajar tiada henti. Karena itu, pertanyaan yang harus kita ajukan adalah apakah kita menyukai proses belajar? Setiap hari masalah kita terus bertambah, kebutuhan bertambah, dan situasi berubah. Bagaimana mungkin kita menyikapi situasi yang terus berubah dengan ilmu yang tidak bertambah!.

Keempat, bekerja keras dengan cerdas dan ikhlas. Curahan keringat tak selalu identik dengan kesuksesan. Berpikir cerdas adalah merupakan bagian dari kerja keras. Pada prinsipnya, sebuah hasil yang maksimal akan diraih bila kita mampu mengaktualisasikan ibadah, akhlak, dan ilmu kita dalam pekerjaan yang berkualitas.

Kelima, bersahaja dalam hidup. Ini adalah poin yang sangat penting. Betapa banyak orang yang bekerja keras dan mendapatkan apa yang dia inginkan, tetapi dia tidak dapat mengendalikan dirinya. Bersahaja itu bukan sederhana, bersahaja itu bukan miskin, bersahaja adalah menggunakan sesuatu sesuai keperluan. Kenapa kita harus bersahaja? Dengan bersahaja kita akan memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri dengan tidak diperbudak keinginan.

Keenam, bantu sesama. Selalu membantu orang lain adalah tanda kesuksesan. Kalau kita memiliki rumah yang lapang, maka harus ada upaya untuk menampung orang lain, misalnya menampung anak-anak yatim. Kita harus gigih agar kelebihan yang kita miliki dapat menjadi nilai tambah bagi sesama.

Ketujuh, bersihkan hati selalu. Bila hati kita berpenyakit, maka akan tumbuh rasa ujub, ria, sum’ah, takabur, dan lainnya. Kondisi ini akan membuat amal-amal kita tidak berarti; tidak indah lagi di dunia dan tidak berkah lagi untuk akhirat. Allah Swt. berfirman, Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat (QS. Asy-Syu’ara: 88-89).

Andaikata formula ini kita lakukan dengan baik, Insya Allah akan berdampak untuk kesuksesan diri kita, berdampak pada lingkungan kita, dan pada saat yang sama berdampak pula pada kesuksesan di akhirat.

Wallahu a’lam bishawab

Pengirim/Sumber Artikel :
MICKO PDE

Rabu, 23 Maret 2011

TAHARAH


A. Pengertian Thaharah
Thaharah atau bersuci menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima. Sebab beberapa ibadah utama mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima Allah. Kalau tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesia-siaan.
B. Pembagian Jenis Thaharah
Kita bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang besar.
1. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki.
Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual. Caranya bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna najisnya. Dan juga hilang bau najisnya. Dan juga hilang rasa najisnya.
2. Thaharah Hukmi
Sedangkan thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual.
Seorang yang tertidur batal wudhu’-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu’ bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya.
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah.
Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu’ atau mandi janabah.
***
Contoh masalah:
Pertanyaan:
Pak Ustadz bolehkah kita mengambil air wudhu saja kala kita dalam keadaan punya hadats besar? Terima kasih pak Ustadz.
Jawaban :
Dalam fiqih kita mengenal istilah hadats yang tebagi menjadi dua, yaitu hadats kecil dan hadats besar.
Hadats kecil terjadi bila melakukan hal-hal tertentu seperti buang air kecil atau besar, terkena najis, muntah, kentut dan sebagainya. Sedangkan hadats bersar terjadi bila seseorang keluar mani, hubungan seksual meski tidak keluar mani, haidh, nifas dan seterusnya.
Hadats kecil bisa diangkat (disucikan) dengan berwudhu sedangkan hadats besar dengan mandi janabah. Namun dalam kasus darurat tertentu, tayammum yang asalnya pengganti wudhu bisa mengangkat hadats besar juga.
Jadi hadats besar tidak bisa diangkat (disucikan) dengan wudhu karena wudhu hanya untuk mengangkat hadats kecil. Sebaliknya, mandi janabat bisa untuk mengangkat hadats besar dan kecil sekaligus. Karena paling tidak dalam praktek mandi janabat itu ada praktek wudhu’nya sekaligus.
Namun memang Rasulullah SAW menganjurkan bagi mereka yang telah selesaui melakukan aktifitas seksual dengan istrinya tapi masih enggan untuk mandi janabah, untuk berwudhu saja sebelum tidur di malam itu. Atau bila ingin mengulangi aktifitas seksual berikutnya. Namun wudhu ini tentu saja tidak mengangkat hadats besarnya. Jadi sekedar sunah namun fungsinya tetap tidak bisa menggantikan posis mandi janabat yang bisa mengangkat hadats besar.

Selasa, 22 Maret 2011

LATIHAN



SOAL LATIHAN MANDIRI
KELS XI. (IA.1,  IA. 2 DAN IS)

1.      Bahwa setiap muslim wajib beriman kepada kitab Allah Swt, karena salah satu bagian dari rukun Iman yang enam, yaitu berada pada urutan ke tiga, untuk membuktikan seseorang telah beriman kepada Kitab Allah Swt, hal ini akan tercermin pada setiap pribadi melalui aktifitas hidupnya dalam kehidupan sehari, adapun aktifitas hidup orang-orang yang beriman kepada kitab Allah Swt adalah....

2.      Salah satu kitab Allah Swt adalah al-Qur’anul karim yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai pedoman hidup bagi umat manusia (way of life) dan akan menggapai tujuan hidup sampai akhir zaman, khususnya bagi umat Islam, berdasarkan penjelasan tersebut, apa saja kandungan isi al-Qur’an sehingga akan menjadikan seorang muslim menuju kebahagian dunia dan akhirat?

3.      Tulisnya uraian mengenai:
a.       Jumlah juz dalam al-Qur’an adalah....
b.      Jumlah ayat dalam al-Qur’an adalah....
c.       Jumlah surat dalam al-Qur’an adalah.....
d.      Lamanya masa turun al-Qur’an adalah....

4.      Tulislah satu ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban mendirikan shalat....

5.      Beriman kepada kitab Allah Swt hukumnya fardhu ‘ain, apakah yang dimaksud dengan hukum tersebut?


Dikumpulkan pada hari senin, Tgl 14 maret 2011

PAI DI MADRASAH

Pendahuluan
Pendidikan Agama Islam di Madrasah Aliyah terdiri atas empat mata pelajaran,  yaitu: Al-Qur’an-Hadis, Akidah-Akhlak, Fikih, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Masing-masing mata pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait, isi mengisi dan melengkapi. Al-Qur’an-Hadis merupakan sumber utama ajaran Islam, dalam arti ia merupakan sumber akidah-akhlak, syari’ah/fikih (ibadah, muamalah), sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut. Akidah (Usuluddin) atau keimanan merupakan akar atau pokok agama. Syariah/fikih (ibadah, muamalah) dan akhlak berti­tik tolak dari akidah, yakni sebagai manifestasi dan konsekuensi dari akidah (keimanan dan keyakinan hidup). Syari’ah/fikih merupakan sistem norma (aturan) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan makhluk lainnya. Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah (ibadah dalam arti khas) dan hubungan manusia dengan manusia dan lainnya (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya (politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, Kebudayaan/seni, iptek, olahraga/kesehatan, dan lain-lain) yang dilandasi oleh akidah yang kokoh. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam usaha bersyariah (beribadah dan bermuamalah) dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem kehidu­pannya yang dilandasi oleh akidah.[1]
Pendidikan Agama Islam (PAI) di Madrasah Aliyah yang terdiri atas empat mata pelajaran tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Al-Qur’an-Hadis, menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Aspek akidah menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan/keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-asma’ al-husna. Aspek Akhlak menekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari. Aspek fikih menekankan pada kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik. Aspek sejarah Kebudayaan Islam menekankan pada kemampuan mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan Kebudayaan dan peradaban Islam.

MAKALAH PAI

Hasil Tinjauan terhadap Buku Materi Ajar PAI Al-Qur’an Hadits
Mata pelajaran Al-Qur’an-Hadis di Madrasah Aliyah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang merupakan peningkatan dari Al-Qur’an-Hadis yang telah dipelajari oleh peserta didik di MTs/SMP. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari, memperdalam serta memperkaya kajian al-Qur’an dan al-Hadis terutama menyangkut dasar-dasar keilmuannya sebagai persiapan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, serta memahami dan menerapkan tema-tema tentang manusia dan tanggung jawabnya di muka bumi, demokrasi serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam perspektif al-Qur’an dan al-Hadis sebagai persiapan untuk hidup bermasyarakat.
Secara substansial, mata pelajaran Al-Qur’an-Hadis diharapkan memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempelajari dan mempraktikkan ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an-hadis sebagai sumber utama ajaran Islam dan sekaligus menjadi pegangan dan pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Buku bahan ajar meski bukan satu-satunya penentu keberhasilan mengajar namun berperan penting sebagai sumber belajar baik bagi guru terlebih lagi bagi siswa. Buku ajar yang baik adalah buku ajar yang mampu merangsang semangat guru dan siswa untuk mengembangkan wawasan pemikiran serta mampu memberikan modal awal yang berguna sebagai fondasi berpikir dan pengembangan pengayaan pengetahuan melalui sumber-sumber belajar lainnya. Selain itu buku yang baik juga harus mempertimbangkan kemudahan bahasa, cakupan materi dan keragaman daya nalar kritis di masing-masing madrasah.

PEMBELAJARAN

Adapun mengenai aspek kelayakan penyajian, yang terdiri atas :
  1. Kelengkapan penyajian yang terdiri atas bagian awal (sampul, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar/ilustrasi dan daftar lampiran); dimensi buku cukup proporsional dengan ukuran buku 18×26 cm, desain cover buku cukup bagus, font yang dipakai cukup proporsional dan standar begitupun dengan jenis kertas yang memakai kertas koran yang dipercaya menghemat ongkos produksi (yang berpengaruh pada harga buku di pasaran). Adapun pada bagian inti (judul bab, uraian bab, ringkasan bab, latihan/contoh soal untuk bahan evaluasi dan penyertaan gambar/foto sebagai ilustrasi) secara keseluruhan dinilai cukup baik, terutama konsistensi pengarang dalam memberikan rangkuman untuk setiap bab. Pada bagian latihan soal terdapat variasi jenis latihan antara pilihan ganda, mengisi titik-titik, menjawab pertanyaan essay dan tugas individu siswa dengan model penugasan yang bermacam-macam. Hanya saja sayangnya pada bagian akhir (indeks, glosarium, daftar pustaka dan lampiran) tidak terdapat indeks, glosarium atau lampiran tertentu, yang ada hanya daftar pustaka dan halaman kosong yang berguna sebagai catatan.
  2. Pendukung peyajian yang terdiri atas kata pengantar, pendahuluan, rujukan/sumber dan identitas pada setiap ilustrasi, daftar indeks (subjek), glosarium, daftar pustaka dan rangkuman, dinilai kurang memuaskan karena hanya menampilkan kata pengantar dari penyusun tanpa disertai petunjuk penggunaan buku, peta konsep atau hal-hal lain yang dapat memberikan pemahaman lebih terhadap isi buku.  Rujukan/sumber dan identitas pada setiap ilustrasi pun hampir tidak ada penjelasan yang cukup berarti baik dari penyusun atau penerbit. Di identitas buku pada bagian awal pun tidak disebutkan soal ISBN atau sekedar pengantar dari pihak penerbit.
  3. Penyajian pembelajaran yang terdiri atas keruntutan materi, kekoherensian, konsistenasi, keseimbangan/proporsionalitas materi, dipandang sudah cukup baik dan cukup memadai setidaknya sebagai bahan ajar modal awal. Adapun persoalan apakah materi ajar yang terdapat pada buku tersebut sudah berpusat pada peserta didik, mendorong kemandirian dalam belajar dan mendorong keingintahuan siswa maka penulis belum dapat menyimpulkan secara pasti. Namun sepintas jika dilihat dari uraian materi dan bobot uraian yang disajikan agaknya kurang memenuhi ekspektasi tersebut. Buku ajar karangan Dr. H. Moh. Matsna, MA penulis nilai belum banyak ber’bicara’ secara komunikatif dan inspiratif terhadap siswa sehingga sulit rasanya menilai buku ini akan dapat menggugah rasa keingintahuan siswa jika hanya mengandalkan buku ini saja.

MAKALAH

KURIKULUM IDEAL ANTARA CITA DAN REALITA
Oleh: Juwariyah
ABSTRACT
The aim of the National Education is to humanize scientists faithful and loyal to God. It is
also an objective of Islamic education. The question is how to realise criteria of humanism. In
general, education is such a long endless process that effort for betterment from those who are
concerned with it to produce the wanted cientists eill never come to an end. To reach the
idealised is no easy but getting rid of the reality is also not a wise solution.
To face the impact of modern technology for communication and fast current of dvilation
wave, what is should be done by those decision-makers is to plan the curriculum in such a way
that there is harmonization and integration between science from intellect reasoning and
spiritual-moral from religious values.
This writing tries to give illustration to readers about how curriculum should be
planned. The curriculum development should not enable the moral values to be uprooted and
torn from every subject matter.
Keywords : Agama, Pendidikan, Kurikulum Ideal.
I. Pendahuluan
Pendidikan, terlebih yang bersifat formal, merupakan suatu proses yang tak dapat
dipisahkan dengan kurikulum. Kurikulum merupakan unsur penting yang akan turut menentukan
berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan.
Lembaga pendidikan umum yang memberikan porsi sangat minim terhadap materi
pelajaran agama akan menghasilkan produk pendidikan yang juga kering terhadap pengetahuan
agama. Demikian pula dengan lembaga pendidikan agama semacam "pesantren yang kurang
memberikan porsi secara memadai terhadap pengetahuan umum kepada anak didiknya, maka
juga akan melahirkan produk-produk pendidikan yang miskin pengetahuan umum yang
sesungguhnya sangat dibutuhkan bagi kesejahteraan manusia. Manusia memerlukan
kesejahteraan lahir dan batin, moril dan materiil, serta dunia dan akherat. Kesemuanya itu hanya
akan dapat dicapai dengan penguasaan dan pengamalan secara seimbang terhadap pengetahuan
agama dan umum.
Hal yang harus diingat adalah bahwa setiap wakil Tuhan di bumi, manusia memiliki
tanggung jawab untuk memakmurkan bumi sebagaimana yang dituntut oleh Islam. Oleh karena
itu ajaran agama pada dasarnya menuntut manusia untuk memanfaatkan jagat raya dan seluruh
isinya ini untuk kepentingan manuisa dalam mengupayakan kesejahteraan dunia dan akheratnya.
Semua ilmu pengetahuan yang mendorong manusia mampu memakmurkan bumi yang
telah diciptakan Allah SWT adalah dalam rangka ilmu pengetahuan yang dibawa oleh syariat
Islam.1
Berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan dan industri serta kewajiban
mempelajarinya, seorang imam besar Ibnu Taimiyah pernah berkata bahwa : "Mempelajari
industri merupakan amal saleh bagi orang-orang yang menginginkan keridhaan Allah SWT, dan
1 Abdul Hayyi al- Katani, Pendidikan Rxhani, Jakarta : Gema Insani Press, 2000, hal. 29.
mengajarkannya kepada orang lain akan memperoleh pahala yang sama. la bagaikan orang yang
mempelajari al- Qur'an dan mengajarkannya".2
Mencermati pernyataan Ibnu Taimiyah tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa
teknologi industri ternyata dapat menjadi jembatan penghubung antara manusia dan ridha Allah
SWT ketika ia dimanfaatkan untuk kesejahteraan hidup manusia dalam rangka mengemban
amanat sebagai wakil- Nya di bumi.
Mengingat begitu berat dan kompleksnya persoalan-persoalan yang dihadapi di dunia
pendidikan utamanya pendidikan nasional, maka reformasi pendidikan menjadi satu hal yang
sangat penting. Reformasi pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus bersifat
komprehensif dan menyeluruh baik pada tingkat konsep maupun penyelenggaraan. Salah satu
unsur yang harus direformasi adalah kurikulum yang mengarah pada konstruksi kurikulum yang
ideal.
Mengapa kurikulum ideal kemudian menjadi penting untuk mendapatkan perhatian dari
pada pengelola lembaga pendidikan ? Semua pengelola masalah pendidikan tahu betul bahwa
kurikulum merupakan suatu faktor penting yang turut menentukan berhasil atau tidaknya suatu
usaha pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuannya. Kesanggupan lembaga pendidikan
memproduk manusia-manusia utuh dalam artiyang seluas-luasnya akan selalu terkait dengan
sistem pembelajaran yang ditawarkan serta tancangan pelajaran yang dapat memnuhi kebutuhan
anak didik, dan tentunya didukung oleh sumber daya manusia yang memadai.
Seorang pendidik harus yakin dengan penuh kesadaran bahwa pendidikan sebagai proses
pernbentukan pengalaman dan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku individu dan
kelompok, hanya akan berhasil melalui interaksi peserta didik dengan benda sekitar serta dengan
alam sekeliling tempat di mana dia hidup.
Hal itu sesuai dengan apa yang disimpulkan Shipman dalam Azyumardi bahwa fungsi
pokok pendidikan dalam masyarakat modern terdiri dari tiga bagian yaitu : sosialisasi,
penyekolahan dan pendidikan. Sebagai lembaga sosialisasi, pendidikan adalah wahana bagi
integrasi anak didik ke dalam nilai-nilai kelompok atau nasional yang dominan. Adapun
penyekolahan mempersiapkan mereka untuk menduduki posisi sosial ekonomi tertentu dan
karena itu penyekolahan harus membekali anak didik dengan kualifikasikualifikasi pekerjaan dan
profesi yang akan membuat mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat. Sedangkan
dalam fungsi ketiga, pendidikan dilakukan untuk mencipkatakan kelompok elit yang pada
gilirannya akan memberikan sumbangan besar bagi kelanjutan program modernisasi.3
Kaitannya dengan kurikulum adalah, bahwasanya kurikulum itu terdiri dari pengalaman
belajar yang akan dianalisis dan dipelajari oleh siswa, di mana pengalaman itu berbentuk
masalah-masalah yang harus dipecahkan oleh siswa. Masalah-masalah tersebut dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu: a. Pengelompokan anak, b. Perbedaan
kecakapan intelektual, c. Perbedaan
kesehatan dan kekuatan, d. Masalah sernangat dan motivasi, e. Masalah daya tarik, f. Masalah
keindahan, g. Masalah penampilan, h. Masalah kepekaan, i. Masalah kemampuan, j. masalah
kebutuhan.4 Latar belakang siswa yang berbeda-beda akan menimbulkan tingkah laku yang
2 Ibid., hal. 29.
3 Azyumardi A/ra, Pendidikan Islam Traiftsi dan Modernisasi M.enuju Milenium Bora, Jakarta : PT. Logos
4 Iskandar Wkyokusumo, Usman Mulyadi, Dasar-DasarPengembangan Kurikulum, Jakarta : Bina Aksara,
1988, hal. 89.
berbeda pula. Sebagai contoh : untuk mempelajari keterlambatan membaca, seseorang
memerlukan hipotesa tentang kemungkinan-kemungkinan apa yang menjadi penyebab
keterlambatan tersebut. Setelah diketahui maka faktor-faktor itu perlu diuji sebelum dipastikan
apa yang harus dilakukan dalam program membaca.5 Hal itu perlu dilakukan karena kemampuan
pendidik untuk mengetahui keberagaman anak didik dari berbagai segi akan sangat metnbantu
keberhasilan pengoperasionalan kurikulum secara keseluruhan.
II. Kurikulum dalam Pendidikan Islam (Islamisasi Ilmu Pengetahuan)
Islamisasi pengetahuan adalah pemberi warna Islam atau memasukkan unsur ajarannya
pada setiap ilmu yang dipelajari dan dikaji. Berbicara tentang Islamisasi pengethauan tidak bisa
lepas dari membicarakan kurikulum, sebab materi atau ilmu yang diajarkan hanyalah bagian dari
kurikulum itu sendiri.
Sebelumnya akan diberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan kurikulum
dalam tulisan ini. Muhammad al-Toumy dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengatakan
bahwa : kurikulum adalah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga dan kesenian
yang disediakan oleh sekolah dengan maksud menolong anak didik untuk berkembang secara
menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan
pendidikan.6
Sementara itu Azyumardi Azra dalam bukunya Paradigma Baru Pendidikan Nasional
juga memberikan pandangannya tentang kurikulum dalam pengertian yang tidak jauh berbeda,
yakni sejumlah pengalaman pendidikan ditempuh peserta didik dengan bimbingan sekolah untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan sekolah masing-masing.7
Dari definisi tersebut di atas dapat dipahami bahwa kurikulum memiliki beberapa unsur
pokok diantaranya :
1. Tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu, atau dengan kata lain, manusia macam
apa yang ingin dibentuk melalui kurikulum itu
2. Pengetahuan (knowledge), informasi-infromasi, data, aktivitas-aktivitas, serta
pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang biasa
disebut mata pelajaran, dan bagian ini pula yang dimasukkan dalam syllabus.
3. Metode dan cara-cara yang dipakai oleh para guru untuk mengajar dan mendorong anak
didik untuk belajar serta membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4. Metode dan cara memberikan penilaian yang dipergunakan untuk mengukur dan menilai
kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum, seperti
tujuan tri wulan, ujian semester gasal dan semester genap pada pendidikan tingkat tinggi
dan seterusnya.
Singkatnya kurikulum itu mengandung tujuan-tujuan, isi atau mata pelajaran, metode
mengajar dan metode penilaian. Namun demikian kesimpulan ini sama sekali tidak bermaksud
menyederhanakan persoalan, sebab berbicara tentang tujuan-tujuan pendidikan maka bermacammacam
madzab falsafah pendidikan juga harus dipahami. Seperti rasionalismenya Plato,
5 Hilda Taba, Curriculum Development Theory and Practice, New York : Atlanta, ttp., hal. 238.
6 Muhammad al-Toumy al-Syaibani, dalam Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka al-Husna, 1987, hal.
303.
7 Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan National (Rekonstruksi dan Demokratisasi), Jakarta : Buku Kompas, 2002, hal. 97.
Aristoteles, Descartes, Imperismenya John Locke, yang terkenal dengan kertas putih (tabula
rasa), progresivismenya John Dewey dan Iain-lain.8
Konsep para ahli Barat tentang pengetahuan semuanya berkisar pada pengetahuan yang
dicari dengan akal (acquired) tidak memberi tempat kepada wahyu Tuhan (revelation} sebagai
sumber pengetahuan. Di sinilah letak perbedaan antara falsafah Barat dan falsafah Islam tentang
ilmu pengetahuan, yang tentu akan membawa perbedaan pula dalam menghasilkan produkproduk
pendidikan.
Kita lihat di sini bagaimana pengetahuan dipandang dari segi Islam. Al- Qur'an
menyebutkan bahwa Islam adalah agama fitrah. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat
30 yang artinya: Hadapkanlah wajahmu kepada Agama yang suci yang merupakan "fitrah" Allah
SWT yang sesuai dengan kejadian manusia. Ini berarti bahwa agama yang diturunkan oleh Allah
SWT kepada para nabi~Nya adalah sesuai dengan fitrah atau sifat asal manusia.
Nabi bersabda yang artinya : setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah/suci, maka
ibu bapaknyalah yang menjadikan di Yahudi, Nasrani atau Majusi.9 Manusia lahir dengan
potensi fitrah, sementara agama yang diturunkan melalui wahyu juga disebut fitrah. Karena itu
kemudian fitrah diumpamakan sebagai sebuah mata uang yang berisi dua. Sisi pertama disebut
wahyu, yang dalam konteks Islam mewujud dalam al-Qur'an dan al-Sunnah. Sedang isi kedua
disebut akal yang tergambar dalam sifat Tuhan yang berjumlah 99 yang kita kenal dengan
asmaul husna.10
Dalam melaksanakan pendidikan Islam diperlukan beberapa faktor yang turut menunjang
berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan. Faktor-faktor tersebut meliputi:
a. Faktor pendidik
b. Faktor anak didik
c. Faktor lembaga pendidikan
d. Faktor lingkungan
a. Faktor Pendidik
Faktor pendidikan merupakan unsur penting dalam pelaksanaan proses pendidikan. Ini
karena ialah yang menentukan arah pendidikan dan bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
Oleh karena itu seorang pendidikan tentu harus memiliki bekal pengetahuan yang memadai
sesuai dengan bidangnya masing-masing. Itulah sebabnya Islam sangat menghormati orangorang
yang berilmu dan mengamalkannya, yang dalam hal ini tentunya melalui dunia
pendidikan. Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap orang-orang berilmu tampak jelas
tersirat dalam firman Allah SWT yang artinya : "Bahwa Allah SWT akan mengangkat
orangorang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. (Q.S. al-Mujadalah : II).11
b. Faktor Anak Didik
Seperti dijelaskan di muka bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci tanpa noda dan
dosa. Pendidikan, terutama agama, oleh karena itu harus ditanamkan semenjak usia dini oleh
pihak keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang dialami anak semenjak lahir. Ini penting
8 Hasan Langgulung, slsas-Asas Pendidikan Islam, hal. 304,
9 Abdurrahman Jalaluddin al-Suyuti, al-]affli'ussaghirft Ahadisi a/-Basyir al-Nad^ir, Beirut: Dar al-Fikr, 1981, hal. 287.
10 Ibid., hal 312.
11 Qur'an Surat al-Mujadalah ayat: 11.
karena sesuatu yang ditangkap anak pada usia pra sekolah akan sangat berpengaruh pada
perkembangan anak selanjutnya. Pada masa pubertas anak akan mengalami masa transisi yang
diwarnai oleh berbagai perasaan gelisah, penuh ambisi dan cita-cita, romantika dan sebagainya.
Sedangkan pada kehidupan keagamaannya biasanya anak akan mengalami keragu-raguan dan
kegoncangan.12
c. Faktor Lembaga Pendidikan
Lembaga Pendidikan yang dimaksud di sini meliputi lembaga pendidikan formal maupun
non formal. Secara garis besar lembaga pendidikan itu dapat dibedakan menjadi tiga kelompok
yakni:
1. Lembaga pendidikan keluarga di mana dua orang tua dan anggota dewasa seluruhnya
berperan sebagai pembimbing dan teladan bagi anak-anak pra sekolah (yang belum
dewasa). Anak usia pra sekolah ini sangat peka terhadap pengaruh pendidikan
lingkungan, sementara mereka belum mempunyai filter untuk memilah dan memilih
mana yang baik dan mana yang buruk.
2. Lembaga pendidikan formal/sekolah yang merupakan kelanjutan dari pendidikan
keluarga dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak didik. Guru di sini
selain mengajarkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan juga memberikan pendidikan
rohani dan keagamaan
3. Lembaga pendidikan masyarakat, di mana anak secara langsung atau tidak langsung,
disadari atau tidak disadari banyak memperoleh pengetahuan dan pendidikan dari
masyarakat13
Di samping beberapa faktor di atas ada faktor lain yang turut berperan dalam upaya
menggapai keberhasilan proses pendidikan. Faktor lain tersebut adalah "Keteladanan". Anak
didik akan selalu memiliki kecenderungan mencontoh dan menirukan apa yang dilihat dan
diamati dari figur seorang guru yang berfungsi sebagai pembimbing, pengayom dan sekaligus
orang tuanya di sekolah. Oleh karena itu tingkah laku yang pantas diteladani anak didik mutlak
hatus dimtliki oleh seriap pendidik.
d. Faktor Lingkungan
Dalam Islam lingkungan merupaka salah satu faktor pendidikan yang turut menentukan
corak pendidikan yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kondisi anak didik.
Untuk melaksanakan Islam dalam sebuah lingkungan perlu diperhatikan setidaknya dua faktor di
bawah ini,
yakni:
1. Perbedaan keagamaan
Lingkungan yang masyarakatnya merupakan pemeluk agama yang berbeda dengan
agama yang dianut anak didik akan memberikan pengaruh terhadap perasaan dan sifat agama
anak. Hal itu dikarenakan lingkungan akan membawa pengaruh yang cukup besar terhadap
perkembangan jiwa anak.
1. Latar belakang pengenalan terhadap agama
Di samping perbedaan lingkungan anak dalam kehidupan beragama, pengaruh
pemberian dasar dan pengenalan agama oleh pihak orang tua juga harus mendapatkan
perhatian yang cukup.ini karena pengaruh ajaran agama yang diberikan orang tua pada usia
12 Zuhairini dkk., FilsafatPenttidikan Islam, Jakarta, hal. 167.
13 Zuhairini, dkk., Filsafat Pttuiidikan Islam, Jakarta : Bumi Akasara, 1991, hal. 173-181.
dini akan meninggalkan bekas yang mendalam sanipai anak mencapai usia sekolah atau
bahkan usia dewasa.
III. Kurikulum Ideal Penunjang Keberhasilan Pendidikan
Proses pendidikan akan selalu melibatkan berbagai komponen yang tak mungkin dipisahpisahkan,
yang meliputi guru/pendidik, siswa anak didik, materi pelajaran serta metode yang
digunakan, fasilitas belajar mengajar dan lingkungan yang kondusif. Selain itu banyak lagi
faktor yang perlu diperhitungkan untuk menunjang keberhasilan pendidikan.
Kurikulum dalam pengertian yang sempit merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai bahan
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, merekomendasikan adanya 4 komponen pokok di
dalamnya, yaitu tujuan pembelajaran, isi atau materi pembelajaran, organisasi, serta strategi
pembelajaran.14 Sementara itu dalam pengertian luas, kurikulum merupakan segala kegiatan
yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada peserta didik guna mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Pengertian kedua ini menggambarkan segala bentuk
aktivitas sekolah yang sekiranya mempunyai efek bagi pengembangan peserta didik termasuk
kurikulum, sehingga tidak terbatas pada kegiatan yang terkait dengan proses belajar mengajar.15
Karena kurikulum dalam pengertian sempit, yang terkait langsung dengan proses
pembelajaran, hanyalah merupakan salah satu dari banyak komponen yang menunjang
tercapainya tujuan pendidikan, maka faktor pendidik sebagai motivator dan dinamisator
sesungguhnya memiliki peran yang lebih penting dari sekedar rancangan kurikulum yang
disusun sedemikian rupa. Di samping itu untuk menghasilkan manusia yang sehat jasmani
rohani, sejahtera lahir dan batin, serta mampu memfungsikan dirinya untuk orang lain, maka
wadah pendidikan sudah seharusnya memberikan porsi yang memadai terhadap pelajaran dan
pendidikan agama. Hanya dengan itu pendidikan akan mampu melahirkan manusia-manusia
yang bermental sehat.
Unsur lain yang juga tidak kalah penting dalam dunia pendidikan adalah masyarakat
Dengan bermasyarakat orang akan mampu melakukan sesuatu pekerjaan yang tidak mampu
dilakukannya sendiri, terbiasa bekerja sama, saling membantu dan tolong menolong. Bagi dunia
pendidikan tentu yang dimaksud adalah masyarakat pendidikan.16
Husain Sulaiman Qourah melihat bahwa metode pendidikan adalah sesuatu yang cukup
penting untuk mendapatkan perhatian. Keberhasilan pendidikan menurutnya akan sangat
tergantung kepada metode yang digunakan, dunia politik, ekonomi, sosial serta kebudayaan
manusia akan selalu berubah dan berkembang. Oleh karena itu metode pengajaran dan
pendidikan pun harus senantiasa melihat dan mengacu kepeda perkembangan-perkembangan
tersebut, jika ingin maju dan berkembang pula.17
Kaitannya dengan falsafah pendidikan Islam, maka Islam memandang bahwa kurikulum
pendidikan merupakan alat untuk mendidik generasi muda dengan baik, menolong mereka untuk
mengembangkan bakat, kekeuatan dan ketrampilan mereka yang bermacam-macam. Selain itu
juga menyiapkan mereka dalam menjalankan hak dan kewajiban, memiliki rasa tanggung jawab
baik terhadap diri, keluarga, masyarakat maupun bangsanya upaya membentuk masa depan yang
diinginkan. Oleh karena itu Islam menaruh perhatian besar terhadap penyebaran pengajaran dan
14 Muihaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2003, hal. 182.
15 Ibid, hal. 183.
16 Shaleh Abd. Aziz., Abd. Aziz Abd. Majid, at-Tarlnyah wa Turuq at-Tadris., Kairo: Dar al-Ma'rifah, tt., hal. 69.
17 Husain Sulaiman Qourah, al-Ushitlat-TarbyahfiB;nai al-Manahij, Dar al-Ma'arif, tt, hal. 23.
perbaikan kualitasnya dengan senantiasa memperbaiki dan menyempurnakan serta mengadakan
perubahan-perubahan kurikulum, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa yang
senantiasa mengalami perubahan.18
Pengertian kurikulum dalam pendidikan Islam jika dikembalikan kepada asal kata bahasa
Arab akan kita jumpai kata "manhaj", yang berarri jalan yang terang yang dilalui oleh manusia
pada berbagai bidang kehidupannya. Dalam bidang pendidikan "manhaj" dimaksudkan sebagai
jalan yang dilalui oleh para guru atau pendidikan anak didik untuk mengembangkan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap mereka.
Konsep kurikulum yang mengikuti definisi semacam di atas meliputi semua pengalaman,
aktivitas, suasana dan pengaruh-pengaruh yang diberikan kepada anak didi, atau mereka
kerjakan, atau mereka jumpai di dalam sekolah dan di bawah pengelolaan sekolah. Menurut
pengerrian ini, kurikulum bukan hanya meliputi mata pelajaran dan pengalaman-pengalaman
yang tersusun yang berlaku dalam kelas, akan tetapi meliputi juga semua kegiatan kebudayaan,
kesenian, olah raga dan sosial yang dikerjakan oleh siswa/mahasiswa di luar jadwal waktu dan di
luar kelas di bawah pengelolaan sekolah/Perguruan Tinggi. Kurikulum dengan definisi ini telah
memandang penting semua pengalman persekolahan dalam proses pendidikan, baik yang berlaku
di dalam maupun di luar kelas.19
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa pengalaman yang diperoleh siswa
akan selalu terkait dengan lingkungan sekitar di mana siswa itu berada. Dengan kata lain,
lingkungan sekitar akan turut andil dalam mewarnai dan membentuk tingkah laku siswa. Oleh
karena itu tugas dari sekolah sebenarnya bkan hanya menyediakan pengalaman ansih, akan tetapi
juga menyediakan suasana dan kondisi yang sesuai, yang membawa kepada interaksi yang
berguna yang selanjutnya memberi peluang untuk memperoleh pengalaman. Kurikulum dengan
tugas terakhir ini dapat didefinisikan sebagai sejumlah kekuatan faktor-faktor dan alam sekitar
pengajaran dan pendidikan yang disediakan oleh sekolah bagi para siswa di dalam dan di
luarnya, serta sejumlah pengalaman-pengalaman yang lahir dari interaksi dengan kekuatankekuatan
dan faktor-faktor tersebut.20
Oleh karena itu partt'sipasi semua pihak, termasuk pihak sekolah dalam mencipatakan
lingkungan yang mendukung pencapaian tujuan pendidikan sangat diperlukan. Hal itu
sebagaimana disampaikan Ali Abdul Halim bahwa partisipasi itu dapat diwujudkan di antaranya
dengan :
1. Memelihara kebersihan dan keindahan tempat ibadah
2. Menjaga lingkungan dari polusi dari semua yang mengurangi keindahan
3. Menjaga sarana umum terutama yang berada di lingkungan sekolah
IV. Menyimak Hubungan Ketetkaitan antara Pendidikan dan Agama di Indonesia
Ketentuan untuk memberikan atau tidak memberikan pengajaran agama di sebuah
lembaga pendidikan bernama "sekolah" di negara kita Indonesia rupanya tidak dipersoalkan.
Karena di dalam masyarakat kita tatnpaknya selain dilihat sebagai indlvidu dan makhluk sosial,
ia dipandang pula sebagai makhluk relijius.
18 Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falasafah Pendidikan Islam, hal. 476-477.
19 Ibid, hal. 483-484.
20 Ali Abdul Halim Mahmud, at-Tarbg/ab al-Ruhiyab, terj. Abdul i layyic al-Kattani dkk., Jakarta : gema Insani Press, 2000, hal. 205.
Karenanya negara Indonesia yang berdasar Pancasila telah memberikan kebebasan
kepada bangsanya untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu. Sebab kebebasan beragama merupakan hak asasi yang langsung
berhubungan dengan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Karena itu buka
pemberian Negara atau suatu golongan, akan tetapi ia merupakan tindakan yang berdasar kepada
suatu keyakinan sehingga tidak dapat dipaksa-paksakan, Karena itu agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa pun tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk dan
menganutnya.21
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, bagaimana seharusnya
bersama-sama pemerintah, kita umat Islam menyelenggarakan pendidikan dan merancang
kurikulum di negara Pancasila ini?. Tanpa menafikan pengikut agama lain tentu kita akan
mengatakan harus ada upaya memasukkan pelajaran agama di setiap lembaga pendidikan. Ini
karena hanya ajaran agamalah yang akan mampu membangun dan membentuk anak didik
menjadi manusia yang bertakwa sebagaimana yang dicita-citakan pendidikan yaitu membentuk
manusia yang berilmu dan bertakwa. Pendidikan yang tidak menyertakan pengajaran agama
hanya akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang justru dengan ilmunya malah tidak jarang akan
menjauhkan dirinya dari Sang Maha Pencipta. Hal itu justru bertentangan dengan ajaran agama
dan juga tujuan pendidikan Islam.
Tujuan luhur pendidikan Islam yang paling menonjol adalah sifatnya yang bercorak
agama dan akhlak. Sifat keseluruhan yang mencakup segala aspek pribadi pelajar dan semua
aspek perkembangan dalam masyarakat, sifat keberimbangan dalam penumpuannya, tidak
adanya pertentangan di antara unsur dan cara-cara pelaksanannya, perubahan yang ditekankan
dalam tingkah laku dan pada kehidupan, dipertimbangkannya perbedaan individu, masyarakat
dan kebudayaan, dalam kemampuannya untuk berubah dan berkembang.22
Adapun ciri-ciri pendidikan Islam itu mengandung beberapa prinsip yang bersesuaian
maknanya. Prinsip-prinsip itu adalah :
1. Pandangan yang menyeluruh kepada agama, manusia, masyarakat dan kehidupan.
Berdasar prinsip ini pendidikan Islam bertujuan untuk membuka, mengembangkan dan
mendidik segala aspek pribadi manusia, kesediaankesediaan serta segala dayanya. Di samping
itu, juga untuk mengembangkan segala segi kehidupan dalam masyarakat, tetmasuk di dalamnya
mengembangkan dan meningkatkan kebudayaan, sosial, ekonomi dan politik
2. Prinsip keseimbangan dan keserhanaan.
Kesimbangan pada pemuasan berbagai macam kebutuhan merupakan salah satu tujuan
pendidikan Islam. Pendidikan dengan prinsip ini adalah pendidikan yang saling mengisi, saling
melengkapi dan saling membutuhkan
3. Prinsip kejelasan
Pendidikan dengan prinsip ini adalah bahwa Islam yang menjadi puncak dan segala dasar
dan tujuan pendidikan Islam memberikan jawaban yang jelas dan tegas kepada jiwa, akal dan
manusia pada segala hokum dan permasalahan serta kepada segala tantangan dan krisis.
Pendidikan Islam telah menciptakan tujuan yang jelas, yang ditunjang dengan kurikulum dan
metode yang memilki arah yang jelas pula.
21 Sutan Zanti Arbi, Peagantar kepada Fis/afatPendidikan, Depdikbud, Diijen Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta : 1988, hal. 132-134.
22 Al-Toumy, Falsa/ah Pendidikan, hal. 436.
4. Prinsip tidak bertentangan.
Pendidikan dengan prinsip ini mengisyaratkan bahwa tujuan-tujuan Islam terpadu secara
organik antara bagian satu denga yang lain, sebab ia mengambil dasar-dasar dan bimbinganbimbingannya
dari agama Islam yang berasal dari Allah SWT, sehingga ia berpadu pada
kesucian dan kemuliaannya dengan cara-cara pelaksanaannya. Hal ini sesuai dengan pandangan
Islam bahwa kesucian tujuan mengharuskan pula kesucian cara mencapainya
5. Prinsip realisme dan aplicable.
Pendidikan Islam berusaha mencapai tujuan melalui cara-cara yang praktis dan realistis,
sesuai dengan fitrah dan sejalan dengan suasana kesanggupan-kesanggupan yang dimiliki oleh
idividu dan masyatakat anak didik. Ini karena tujuan pendidikan akan tercapai apabila dalam
proses pelaksanaannya diperhatikan faktor-faktor seperti : usia siswa, tingkat kematangan baik
jasmani, akal, emosi, spiritual maupun sosial, serta sesuai dengan suasana masyarakat dan
kematangan budaya dan beradabannya.
6. Prinsip perubahan yang diinginkan
Perubahan yang diinginkan dimaksud berlaku pada kehidupan individu dan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah ar-Ra'd yat 11 yang artiya "Sesungguhnya
Allah SWT tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah sendiri apa
yang ada dalam dirinya". Hal ini sesuai pula dengan pemahaman para pakar tentang pendidikan
bahwasanya ia merupakan usaha atau proses perubahan dari yang ada menjadi yang dikehendaki.
Perbahan tingkah laku yang diinginkan oleh pendidikan Islam tentu saja yang sesuai dengan
ajaran serta hukum dasar Islam.23
Dalam proses pendidikan sesuatu yang diyakini sebagai sebuah kebenaran merupakan hal
yang penting, sebab termasuk bagian penting dari tujuan pendidikan adalah penanaman nilainilai,
dan oleh karenanya maka di dalam melaksanakan tugas pendidikan seorang pendidik
dituntut untuk memiliki sistem nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini sebagai suatu
kebenaran.24
Namun demikian pendidikan Islam bukan berarti sekedar proses penanaman nilai-nilai
moral dan agama untuk membentengi diri dari akses negatif globalisasi. Lebih urgen dari itu
adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan tersebut mampu berperan sebagai
kekuatan pembebas dari himpitan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan sosial, budaya
dan ekonomi.25 Kebodohan dan kemiskinan adalah musuh bangsa yang harus dilawan dan diatasi
dengan belajar dan bekerja keras.
V. Hal-hal yang perlu Dipertimbangkan dalam Penyusunan Kurikulum
Mengingat kurikulum merupakan komponen penting dalam pelaksanaan proses
pendidikan, maka di dalam penyusunannyapun harus memperhatikan bebrapa landasan dasar
sebagai berikut:
1. Landasan filsafat dan tujuan pendidikan
Pendidikan merupakan usaha pengembangan individu dan masyarakat. Oleh karena itu
sekolah sebagai institusi sosial yang mengemban tugas menyiapkan anak didik menjadi warga
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dan dianut di lingkungan masyarakat, dituntut
untuk memiliki program yang berdasar kepada norma-norma dan kondisi serta nilai-nilai yang
terkandung dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian proses pendidikan dilaksanakan dalam
23 Ibid., hal. 440-442.
24 Iskandar Wiryokusumo, Usman Mulyadi, Dasar-DasarPen]tfmbanganKnrikulu>x,}2katf&: Bina Akasara, 1998, hal. 24.
25 Syafi'I Ma'arif dalam Pendidikan Berpaiadigma Profetik, oleh Moh Shofan, Jogjakarta : Ircosid, 2004, hal.5.
suatu pola kurikulum yang terencana dan memilki tujuan sesuai dengan pandangan sosial
masyarakat.26
2. Landasan sosial budaya
Sebagai obyek yang sekaligus subyek pendidikan, anak didik berasal dari masyarakat,
dan mereka belajar tentang cara hidup dalam masyarakat. Karena itu sekolah sudah seharusnya
bekerja sama dengan masyarakat, dan program-program sekolah rnesti mempertimbangkan
norma-norma yang telah membudaya dalam masyarakat bangsa yang berkepribadian luhur dan
berdasar pada Pancasila. Karena sekolah metupakan lembaga sosial yang didirikan untuk
memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat, maka kurikulum sekolah dalam
penyusunannya tentu harus mempertimbngkan kekuatan-kekuatan sosial yang ada dan
berkembang dalam masyarakat.27
3. Landasan Psikologis
Harapan masyarakat terhadap lembaga pendidikan semacam sekolah adalah bahwa apaapa
yang didapat dan dipelajari di'sekolah hendaknya dapat dipergunakan dan dikembangkan
secara lebih luas dalam kehidupan praktis di masyarakat. Pada dasarnya kurikulum merupakan
"rencana belajar". Agar rencana itu dapat diterapkan dan dilaksanakan dengan baik serta
membawa hasil sesuai yang diharapkan, perlu dilakukan berbagai pertimbangan secara
psikologis. Ernest R. Hilgard dalam bukunya Theories of Learning, mengatakan bahwa :
"Learmngin the process by which an activity originates or is changed through
trainingprocedures (whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished
from changes by factors not attributable to training'.28 Ini menunjukkan bahwa untuk
kepentingan efektifitas pembelajaran maka seharusnya penyajian kurikulum yang berbentuk
pengalaman-pengalaman belajar selaras dengan perkembangan psikologis anak dalam belajar,
selaras dengan motif-motif yang mendorong anak untuk belajar, dan juga sejalan denga aktivitasaktivitas
anak dalam belajar.
Sebagai obyek pendidikan anak didik harus mendapatkan porsi yang memadai dan
dipertimbangkan secara proporsional dalam penyusunan kurikulum. Karena kemampuan, minat,
bakat dan juga perkembangan anak didik akan turut menentukan tingkat keberhasilan proses
pendidikan yang dilaksanakan.
Sesuai cirinya sebagai pendidikan yang bernafas agatna, secara ideal pendidikan Islam
haruis berfungsi sebagai pencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas tinggi, baik
dalam penguasaan terhadap ilinu pengetahuan dan teknologi maupun dalam hal karakter, sikap
moral dan penghayatan serta pengamalan ajaran agama yang diyakini kebenarannya. Denga kata
lain pendidikan islam secara ideal berfungsi membina dan menyiapkan anak didik yang berilmu,
berteknologi, berketrampilam tinggi dan sekaligus beriman dan beramal saleh.
Konferensi Internasional pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977
sebagaimana dikutip Azyumardi Azra telah merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagai
berikut:
"Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara
seimbang melalui latihan jiwa, intelek diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Karena itu
pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya yang meliputi: spiritual,
intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong
semua aspek ini ke arah kebaikan dan mewujudkan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan Islam
26 Iskandar Wiryokusumo, Usman Mulyadi, Dasar-Dasar Pengembangan Kiiriokultim, hal. 25.
27 Ibid., hal. 35-37
28 Ibid, hal. 35-37.
terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT baik secara pribadi, komunitas
maupun seluruh manusia."29
Dalam rangka mewujudkan tujuan akhir pendidikan sebagaimana dirumuskan di atas,
maka tidak bisa tidak rancangan kurikulum yang akan disajikan kepada anak didik ataupun
sistem pendidikan Islam yang ditawatkan harus megorientasikan diri kepada menjawab
kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masayarakat, sebagai konsekuensi logis dari
perubahan yang terjadi setiap saat dan begitu cepat.
Apa yang selalu berada di depan tnata kita, televisi misalnya, sebagai salah satu produk
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tayangannya yang memberikan berbagai
macam pengaruh baik positif maupun negatif terhadap pemirsanya, telah sanggup menimbulkan
revolusi dalam kehidupan manusia.
Pengaruh-pengaruh positif dari tayangan televisi yang membawa kemajuan dalam
berbagai bidang tentui harus diikuti. Namun dalam konteks perubaha nilai-nilai terutama yang
terkait dengan nilai-nilai moral keagamaan tentu perlu mendapatkan pengamatan danm perhatian
lebih mendalarn dari kita semua. Karena sesungghnya tanpa disadari banyak di anatara kita telah
terjebak dalam suatu bahaya yang ditimbulkannya. Di luar kesadaran terkadang kita lebih senang
duduk berjam-jam di depan televisi untuk menikmati acara-acaranya yang kadang tanpa seleksi.
Walaupun akhir-akhir ini mulai disadari oleh kita semua akan pengaruh-pengaruh buruk
yang ditimbulkan televisi terhadap perkembangan jiwa anak dan remaja kita, karena anak
memiliki kecenderungan yang kuat untuk meniru tanpa mempedulikan apakah yang ditiru itu
baik atau buruk,
sementara kesan ataupun nilai dari perilaku yang ditirunya itu akan sangat dalam, membekas
pada jiwanya.
Tampilan cara berbusana yang meninggalkan norma-norma moralitas keagamaan serta
pertunjukkan film-film seri yang banyak ditayangkan di layar televisi pada umumnya cenderung
merangsang tindakan kriminal, seperti pembunuhan, pemerkosaan, kekerasan dan Iain-lain. Hal
demikian akan menimbulkan sikap premissiveness (melonggarnya nilai-nilai) yang berpengaruh
terhadap penilaian akan harkat dan martabat kemanusiaan.
Karena secara tidak disadari penonton (anak) telah dibimbing untuk membunuh dan
membalas dendam terhadap sustu pembunuhan atau kejahatan orang lain atas mereka. Sehingga
image ideal anak-anakpun bergeser dari keharusan menghormati hak-hak orang lain kepada
prinsip " siapa yang kuat dialah yang menang " (survival of the fittest}.
Karena itu Dr. Richard E. Palmer, Presiden AMA mengatakan bahwa televisi pada
hakekatnya telah menimbulkan masalah-masalah kesehatan mental dan lingkungan.30
Mencermati fenoniena di atas tentu sebagai umat yang turut berjuang untuk keselamatan
umat manusia dari bahaya tersebut di atas melalui dunia pendidikan, tentu kita harus manusia
dari bahaya tersebut di atas melalui dunia pendidikan, tentu kita harus bersama-sama bahu
membahu menciptakan suasana proses pendidikan yang kondusif melalui penyusunan
kurikulum yang mempertimbangkan berbagai aspek sebagaimana dijelaskan di muka.
29 Azyumradi azra, Pendidikan Islam, hal. 56-57.
30 Richard E. Palmer, dalam Azyumardi Azta, Esai-Esai Intilektua!Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacara
Ilmu, 1998, hal. 172.
VI. Penutup
Mengakhiri tulisan sederhana ini penulis ingin mengatakan bahwa pendidikan
sesungguhnya merupakan proses panjang yang tanpa batas akhir. Karena itu uapaya mencari dan
melakukan perbaikan-perbaikan dalam rangka merealisasikan produk pendidikan yang sesuai
harapan tentu tidak akan pernah berhenti dilakukan oleh para pemerhati dan pengelola
pendidikan. Semua sadar bahwa menggapai idealita bukan pekerjaan gampang, akan tetapi kita
juga sepakat bahwa lari meninggalkan realita juga bukan solusi yang bijaksana.
Oleh karena itu dalam menghadapi imbas percepatan kemajuan teknologi komunikasi
serta arus gelombang peradaban yang semakin tak terkendali ini, apa yang mesti dilakukan oleh
para pengambil kebijakan dan pengelola pendidikan, adalah menata kembali perancangan
kurikulum yang memperhatikan sinergisitas dan keserasian hubungan antara pendidikan
keilmuan yang bersumber pada penalaran intelek, dengan pendidikan rohani kejiwaan yang
berasal dari nilai-nilai luhur keagamaan.
Hal itu hemat menurut penulis dapat dimulai dengan perancangan kurikulum yang tidak
memberikan peluang tercabutnya nilai-nuilai moral keagamaan dalam setiap materi
pembelajaran yang disajikan. Dengan demikian setelah melalui proses panjang tentunya, pada
saatnya nanti lembaga pendidikan akan dapat melahirkan produk-produk manusia berilmu yang
tidak gampang tererosi oleh membajirnya arus peradaban global yang sering menyesatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul hayyi al —Katami, Pendidikan Ruhani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000).
Abdurrahman Jalaluddin al-Suyuti, A/Jam' alShaghirfiAhadits alBasyir al nad^ir, (Beirut
:DaralFikr, 1981).
Azyumardi Axra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium
Baru,nflakarta : PT.Logos Wacana Ilmu, 1999).
__________, Esaz-Esaz Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos
Wacana Ilmu, 1998).
__________, Paradigma Earu Pendidikan Nasiona/ (Rekonstmksi dan Demokratisasi),
(Jakarta : Buku Kompas, 2002).
Hassan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Is lam, (Jakarta: Pustaka Husna, 1987).
Hilda Taba, Curriculum Development Theory and Practice, (New York : Atlanta, 1966).
Iskandar Wiryokusumo, Dasar-Dasar Pengembangan Kjtrikulum, (Jakarta : Bina Aksara,
1988).
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003).
Muhammad Shafan, Pendidikan Berparadigma Profetik, (Yogyakarta: IRCISOD, 2004).
Omar Mohammad al Toumy al Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan
Bintang, 1979).
Sutan Zanti Arbi, PengantorfapadaFzJsafatPetjdidikatt, (Jakarta: Dirjen Pendidikan
Tinggi, 1988).
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991).